Terima kasih anda telah mengunjungi blog Yayasan Maraqitta'limat***Info Yayasan Maraqitta'limat bisa dilihat di yamtia.wordpress.com***Pemondokan jamaah haji tahun ini paling jauh 4 km dari masjidil harom***Pelajar di Makkah Mukarromah siap membantu jamaah hajji selama berada di Makkah Mukarromah***Para Relawan siap kembali dikirim ke Gaza

Sabtu, 10 Juli 2010

Menelusuri Jejak Dakwah TGH.M. Zainuddin Arsyad (Bag 4)

Berdagang
Bila ditelusuri lebih jauh tentang pola kehidupan TGH.M. Zainuddin Arsyad, tentu kita akan berdecak kagum. Sederhana dan bersahaja, demikianlah yang tampak pada sosok Tuan Guru Sufi ini. Kesederhanaan itu dapat dilihat dalam menjalankan misi dakwahnya. Di satu sisi, beliau adalah da’I, tapi disisi lain, beliau adalah seorang pedagang keliling dari satu kampung ke kampung lainnya.

H. Hasan Nasrin, salah seorang tokoh Maraqitta’limat Kecamatan Bayan menuturkan, berdagang yang dilakukan oleh TGH.M.Zainuddin Arsyad, bukan sebagai tujuan utama, namun itu merupakan sebuah alat untuk berda’wah di tengah-tengah masyarakat.

Dagangan yang dibawa setiap kali menjalankan misi dakwahnya adalah, garam, kedelai, bawang merah, bawang putih, cabe, kapuk dan pakaian. Barang dagangan ini diambil dari mitra usahanya untuk dibawa keliling, mulai dari labuhan Lombok, Sambelia, Belanting, Obel-Obel, Bayan, Santong, Panggung, Sidutan hingga ke Sembalun.

Barang dagangannya kerap kali ditukar dengan hasil-hasil bumi para petani. Kegiatan berdakwah sambil berdagang terus dilakukan, sehingga di beberapa tempat didirikan musalla, masjid atau madrasah, sebagai tempat membina umat.

H. Lalu Akar, mantan pengurus Yayasan Maraqitta’limat mengatakan, bahwa sekitar tahun 1941, beliau sudah mulai masuk ke Dayan Gunung atau sekarang sudah menjadi sebuah kabupaten baru yaitu Lombok Utara.

Kedatangan beliu pertama kali di Bayan, disambut oleh Endi Abdul Gani, salah seorang keturunan Bugis-Makasar yang tinggal di Desa Sukadana Kecamatan Bayan. Konon pertemuan beliau dengan Endi Abdul Gani tanpa disengaja ketika sedang berdagang di Dusun Panggung Desa Selengen.

Kebetulan pada saat itu, TGH.M. Zainuddin Arsyad menjual garam, sementara Endi Abdul Gani sebagai pembeli. Di saat terjada tawar menawar harga garam, Endi Abdul Gani mengaku heran, karena sang si penjual (TGH.M. Zainuddin Arsyad-pen) bukan menawarkan dengan harga tinggi, namun malah sebaliknya.

Karena kejadian tersebut, pembicaraan antara pedagang dan pembeli inipun berlanjut dan saling memperkenalkan diri. Endi Abdul Gani pun mengajak beliu ke rumahnya di Gubug Bangsal-Telaga Begek Desa Sukadana.

Sikap sopan dan rendah hati, bertutur bijaksana dan bertingkah santun. Inilah ditunjukkan ketika bertamu di rumah Endi Abdul Gani, membuat sang pemilik rumah semakin kagum, dan persahabatan mereka berduapun berlanjut. Demikian juga dengan hubungan kegiatan jual beli terus terjalin. Bak gayung bersambut, dari rumah sahabatnya inilah, beliau mulai lakukan dakwah Islam, yang lambat laun terus mengalami kemajuan.

Dan bila waktu sholat tiba, tidak lupa, beliau mengajak sahabatnya untuk menunaikan sholat secara berjama’ah, disebuah masjid kecil dan sederhana, yaitu masjid Panji Islam, yang dibangun orang Endi Abdurrahman yang berasal dari Pulau Sumbawa.

Berdakwah Dari Rumah ke Rumah

Persahabatan yang terjalin antara kedua hamba Allah (TGH.M. Zainuddin Arsyad dan Endi Abdul Gani-pen) semakin hari semakin erat. Dan setiap kali beliu datang, selalu diminta untuk memberikan sekedar ceramah agama. Namun demikian, sang sahabat Endi Abdul Gani, sedikitpun tidak tau, bahwa yang sering datang bertamu ke rumahnya adalah salah seorang ulama Sufi yang telah lama menempa ilmu di negeri Makkah Al-Mukarromah.

Setelah masing-masing menceritakan sejarah hidupnya, barulah Endi Abdul Gani, yang ketika itu sebagai kepala kampong (matua) menyadari bahwa, sahabatnya itu adalah orang yang memiliki ilmu agama yang mumpuni, dan patut sebagai tempat belajar memperdalam ilmu agama Islam.

Tidak heran, bila kedatangan sang shabat karibnya yang tiada lain adalah TGH. M. Zainuddin Arsyad selalu ditunggu-tunggu oleh Endi Abdul Gani bersama jama’ah lainnya. Kedatangan beliau tidak pernah disia-siakan. Endi Abdul Ganipun menyarankan kepada TGH. M. Zainuddin Arsyad, untuk sementara kegiatan dakwah dilakukan dari rumah ke rumah, atau menghindario berdakwah di tempat umum seperti masjid ataupun musalla.

Saran ini dikemukakan bukan tanpa alasan, namun karena mengingat kondisi masyarakat pada saat itu masih memliki keyakinan yang kuat khususnya tentang adat-istiadat Wetu Telu. Saran dan masukan dari sahabatnya inipun diterima.

Dalam menjalankan dakwahnya, Endi Abdul Gani selalu membantu beliau untuk mendatangi warga sambil membawa dagangannya. Bahkan, TGH.M. Zainuddin seringkali menginap di sebuah kampung Bugis di Labuhan Carik Desa Anyar. Dan ditempat terdapat sebuah Sekolah Rakyat (SR).

Labuhan carik tempat beliu bermukim, memiliki sejarah tersendiri, yang konon pada saat penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh para Wali Songo, ditempat inilah berlabuhnya kapal mereka.

Sementara kegiatan dakwah di wilayah Panggung Desa Selengen dan sekitarnya dilakukan secara terus menerus, sehingga didirikanlah sebuah musalla pertama di dusun tersebut, sebagai tempat untuk mengumpulkan jama’ah yang mau belajar ilmu agama.

Lalu Hasan BA, salah seorang mantan camat Bayan menuturkan, kegiatan dakwah Islam yang dilakukan oleh TGH. M. Zainuddin Arsyad, khususnya di Dayan Gunung, pada masa kedistrikan Raden Kertapati.

Melihat dakwah Islam semakin berkembang di Bayan, membuat sebagian masyarakat menaruh rasa dendam, bahkan mengalami tekanan dari masyarakat sekitar. Ini terjadi, karena sebagian masyarakat menilai, dengan berkembangnya dakwah Islam di Bayan, akan dapat merusak keyakinan terutama tentang adat-istiadat yang diwariskan dari nenek moyang mereka. Padahal pada faktanya, selama melakukan misi dakwah di Bayan, sedikitpun tidak pernah terdengar kabar, kalau dirinya menyinggung persoalan adat-istiadat.

Salah satu bentuk tekanan yang dilakukan oleh sebagian mereka adalah memutuskan hubungan jual-beli barang. Dan inilah salah satu cara menghentikan dakwahnya. Hal ini terjadi bukan saja terhadap dirinya, namun juga terhadap pengusaha yang berasal dan Mamben-Lombok Timur.

Tekanan seperti ini tidak berlangsung lama, karena pada akhirnya masyarakat setempat menyadari, bahwa TGH. M. Zainuddin Arsyad dalam berdakwah tidak pernah menyinggung masalah adat-istiadat yang berkembang di masyarakat.

Kegiatan dakwah yang dijalankan oleh Ulama Sufi yang memiliki enam orang putra ini, tampaknya membuahkan hasil yang cukup menggembirakan. Demikian juga dengan klegiatan yang dilakukan di Sembalun Lawang dan Bumbung, yang masyarakatnya tidak jauh berbeda dengan masyarakat di Bayan kala itu.

Di Sembalun, ketika beliau datang untuk berdakwah sangat jarang ditemukan masyarakatnya yang menjalankan ibadah sholat lima waktu. Kondisi ini tidak menyurutkan semangat perjuangannya dalam mendakwahkan ajaran Islam yang sempurna. Melalui pendekatan jual-beli barang, sang Tuan Guru muda ini sedikit demi sedikit memberikan pelajaran kepada setiap orang yang ditemuinya di Sembalun.

Awalnya, memang banyak menolak ketika diajak menunaikan sholat dengan berbagai alasan. Ada yang beralasan tidak memilki pakaian, dan ada juga yang memang benar-benar tidak mengetahui tata cara melaksanakan ibadah shalat.

Memberikan sesuatu kepada orang yang membutuhkan merupakan perbuatan amal yang sangat mulia. Inilah yang ditunjukkan oleh TGH. M. Zainuddin Arsyad. Bagi masyarakat yang beralasan tidak memiliki pakaian, diberikan secara cuma-cuma asalkan mereka mau mengerjakan sholat. Dan bagi mereka yang belum mengerti cara beribadah, beliau ajarkan dengan penuh lemah-lembut dan sabar, sampai orang tersebut bisa beribadah.

Perjalanan dakwah beliau ke berbagai pelosok wilayah terpencil, bukan berjalan mulus, namun penuh dengan tantangan, dari orang-orang yang memang tidak suka terhadap ajaran Islam yang kaffah. Bahkan ada juga yang melempari dan ingin membunuhnya.

Sekali melangkah kedepan, pantang untuk mundur ke belakang. Itulah mungkin salah satu tekad beliau dalam menyebarkan kebenaran yang datangnya dari Allah SWT. Tantangan dan rintangan dijadikan sebuah pelajaran berharga sekaligus menguatkan tekad dan semangat dalam mensyi’arkan Islam.

Berkat kegigihannya berdakwah, sehingga menghasilkan kader-kader yang mumpuni dibidangnya. Kegiatan dakwah ini dilakukan mulai dari Desa Mamben Lauq dan Mamben Daya, Sembalun, Sajang, Sambelia, Obel-Obel, Bayan sampai Bongor Lombok Barat serta desa-desa lainnya.

Menurut penuturan salah seorang jamaah Yayasan Maraqitta’limat Bayan, TGH.M.Zainuddin Arsyad adalah salah seorang ulama yang santun dan penyabar. Bahkan beliau sering memberikan pinjaman uang kepada msyarakat yang membutuhkan. Beliau tidak segan-segan membebaskan hutang kepada seseorang apabila orang tersebut mau menjalankan syariat islam sepenuhnya. Melihat akhlak beliau yang seperti itulah akhirnya banyak masyarakat berbondong-bondong m,enyatakan diri masuk ke dalam agama islam. Di mana beliau singgah melakukan misi dakwah, disitulah beliau mendirikan madrasah-madrasah sebagai tempat mengaji bagi masyarakat. (bersambung......)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar